Minggu, 28 April 2013

Mitral Regurgitasi


MITRAL REGURGITASI
A.      BATASAN
Mitral regurgitasi adalah gangguan dari jantung dimana katup mitral tidak menutup dengan benar ketika jantung memompa keluar darah atau dapat didefinisikan sebagai pembalikan aliran darah yang abnormal dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui katup mitral. Hal ini disebabkan adanya gangguan pada bagian mitral valve apparatus. Mitral Regurgitasi adalah bentuk yang paling umum dari penyakit jantung katup (Tierney et.al, 2006).

B.       ETIOLOGI
Mitral regurgitation dapat disebabkan oleh penyakit organic atau abnormalitas fungsional. Penyebab paling umum dari mitral regurgitation antara lain mitral valve prolapse (MVP), rheumatic heart disease, infeksi endokarditis, annular calcification, cardiomyopathy dan ischemic heart disease. Mitral regurgitation kongenital jarang terjadi tetapi umumnya dihubungkan dengan penyakit myxomatous mitral valve (Hanson, 2010).

C.      PATOFISIOLOGI
Pada insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan kontraktilitas yang biasanya bersifat irreversible, dan disertai dengan terjadinya kongesti vena pulmonalis yang berat dan edema pulmonal. Patofisiologi insufisiensi mitral dapat dibagi ke dalam fase akut, fase kronik yang terkompensasi dan fase kronik dekompensasi.
Pada fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium dan ventrikel kiri. Ventrikel  kiri menjadi  overload  oleh  karena  setiap kontraksi  tidak  hanya memompa  darah menuju  aorta (cardiac output atau stroke volume ke depan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium kiri (regurgitasi volume). Kombinasi stroke volume ke depan dan regurgitasi volume dikenal sebagai total stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume ventrikel kiri meningkat  (ejeksi fraksi meningkat) tetapi cardiac output menurun. Volume regurgitasi akan menimbulkan overload volume dan overload tekanan pada atrium kiri dan peningkatan tekanan di atrium kiri akan menghambat aliran darah dari paru yang melalui vena pulmonalis.
Pada  fase  kronik  terkompensasi,  insufisiensi mitral terjadi secara perlahan-lahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase akut diobati dengan medikamentosa maka  pasien  akan memasuki fase terkompensasi. Pada fase ini ventrikel kiri menjadi hipertropi dan  terjadi peningkatan volume diastolik yang bertujuan untuk meningkatkan stroke volume  agar mendekati nilai normal. Pada atrium kiri, akan terjadi kelebihan volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri dan tekanan pada atrium akan berkurang. Hal ini akan memperbaiki  drainase dari vena pulmonalis sehingga gejala dan tanda kongesti pulmonal akan berkurang.
Pada  fase  kronik  dekompensasi  akan  terjadi kontraksi miokardium  ventrikel  kiri  yang  inadekuat untuk mengkompensasi  kelebihan  volume  dan  stroke volume ventrikel kiri akan menurun. Penurunan stroke volume menyebabkan penurunan cardiac output dan peningkatan end-systoli volume.  Peningkatan end-systolic volume akan meningkatkan tekanan pada ventrikel dan kongesti vena  pulmonalis  sehingga  akan timbul gejala gagal jantung kongestif. Pada fase lebih lanjut  akan  terjadi  cairan  ekstravaskular  pulmonal (pulmonary  ekstrav askular  fluid). Ketika  regurgitasi meningkat  secara  tiba-tiba, akan mengakibatkan peningkatan  tekanan atrium kiri dan akan diarahkan balik ke sirkulasi pulmonal, yang dapat mengakibatkan edema pulmonal.
Regurgitasi mitral juga akan menyebabkan terjadinya edema paru pada pasien dengan mitral regurgitasi yang kronik, dimana daerah lubang regurgitasi akan dapat berubah secara dinamis dan bertanggung  jawab  terhadap  kondisi  kapasitas, perubahan daun katup mitral dan ukuran ventrikel kiri serta akan menurunkan kekuatan menutup dari katup mitral.

D.      GEJALA KLINIS
       Gejala yang umum terjadi pada regurgitasi mitral:
  1. Sesak napas, terutama saat mengeluarkan tenaga atau saat berbaring
  2. Fatigue, terutama pada saat aktivitas meningkat
  3. Batuk, terutama pada malam hari atau ketika berbaring
  4. Jantung berdebar-debar, sensasi dari detak jantung
  5. Kaki atau pergelangan kaki bengkak
  6. Murmur jantung
  7. Buang air kecil yang berlebihan
(Tierney et.al, 2006)
E.       DIAGNOSIS
1.      Radiografi Dada
a).    Bayangan disekeliling jantung sering terlihat normal pada pasien dengan mitral valve prolapse (MVP).
b).    Pada mitral regurgitation kronis, terdapat pembesaran pada ventrikel kiri dan atrium kiri.
2.      Echocardiography dua dimensi
a).    Pada pasien dengan mitral valve prolapsed tampak ada pergerakan valve leaflets selama mid systole
b).    Pada pasien dengan coronary artery disease dapat terlihat annular calcifications
c).    Pada regurgitasi mitral akut, rupture chordae tendineae atau otot papillary dapat dilihat. Atrium dan ventrikel kiri umumnya normal.
3.      Electrocardiography
a).    Regurgitation mitral kronis
1).    Fibrilasi atrial sering terjadi akibat dilatasi atrium kiri
2).    ECG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri
b).    Regurgitation mitral akut
ECG menunjukkan infark miokard akut, umumnya inferior atau posterior.

F.       KOMPLIKASI
1.      Disfungsi ventrikel kiri yang parah
2.      Congestive heart failure (CHF) kronis
3.      Fibrilasi atrial dan komplikasinya (thrombus pada atrial kiri dengan embolisasi dan stroke)
4.      Kematian mendadak, ruptured chordae tendineae, dan endokarditis

G.      PENATALAKSANAAN :
Terapi utama adalah reduksi preload dan afterload, terutama pada regurgitasi mitral dengan edema pulmonar.
1.      Diuretik (Furosemide)
Diuretik digunakan untuk menurunkan preload dan volume ventrikel kiri. Furosemide merupakan penurun preload yang baik. Peningkatan ekskresi air dengan mempengaruhi sistem ko-transport chloride-binding, yang menghambat reabsorbsi kalium dan klorida pada loop Henle dan tubule renal bagian distal. Dosis dewasa adalah 1 mg/kg, sedangkan pada anak-anak 2 mg/kg, dosis pada infant dapat dimulai dengan 1mg/kg dan dapat ditingkatkan sampai mendapatkan efek yang diinginkan.
2.      ACE inhibitor (Captopril)
Untuk menurunkan afterload. Menurut penelitian, penurunan pada afterload dapat menurunkan chambersize dan jumlah regurgitasi, tetapi keuntungan jangka panjang belum pasti (Tierney et.al, 2006)


Bronkopneumonia


BRONKOPNEUMONIA
A.      BATASAN
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.

B.       ETIOLOGI
Etiologi  pneumonia  pada  balita  sukar  untuk  ditetapkan  karena  dahak biasanya  sukar  diperoleh.  Sedangkan  prosedur  pemeriksaan  imunologi  belum memberikan  hasil  yang  memuaskan  untuk  menentukan  adanya  bakteri  sebagai penyebab pneumonia. Etiologi pneumonia antara lain:
1.  Bakteri       : Diplococcus  pneumonia,  Pneumococcus,  Streptococcus hemolyticus,  Streptococcus  aureus,  Hemophilus  influenza,  Bacillus Friedlander.
2.  Virus          :  Respiratory  syncytial  virus,  virus  influenza,  adenovirus, cytomegalovirus.
3.  Jamur         :  Mycoplasma  pneumoces  dermatitides,  Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida albicans.
4.  Aspirasi      : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.

C.      PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonates. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolic dan gagal nafas.


D.      DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala yang timbul antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan di sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukka gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis, atau ileus.
Pemeriksaan fisik
Tanda yang mungkin ada adalah suhu 39,5C, dispnea; inspiratory effort ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang
1.      Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri
2.      Pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya.
3.      Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
4.      Pada foto dada terlihat infiltrate alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luas kelainanpada gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajat klinis penyakit, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologis lebih berat daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai:
a).    Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
b).    Penebalan pleura pada pleuritis
c).    Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel.
(PDT anak, 2008)
E.       KOMPLIKASI
1.      Pleuritis
2.      Efusi pleura
3.      Pneumotoraks
4.      Piopneumotoraks
5.      Abses paru
6.      Gagal nafas

F.       PENATALAKSANAAN
1.      Pemberian oksigenasi: dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
2.      Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, peningkatan suhu dan status hidrasi.
3.      Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang nasogastrik
4.      Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
5.      Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
6.      Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan penggantian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung: kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab:
a).    Stafilokokus         : perlu 6 minggu parenteral
b).    Haemophylus influenzae/Streptococcus pneumonia: cukup 10-14 hari
Pada keadaan immunokompromis (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik: cephalosporin generasi 3.